Jumat, 09 Oktober 2009

ILMU LADUNI, ANTARA HAKEKAT DAN KHUROFAT

Manusia dilahirkan di bumi ini dalam keadaan bodoh, tidak mengerti apa-apa. Lalu Allah mengajarkan kepadanya berbagai macam nama dan pengetahuan agar ia bersyukur dan mengabdikan dirinya kepada Allah dengan penuh kesadaran dan pengertian.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (An-Nahl: 78)

Pada hakikatnya, semua ilmu makhluk adalah "Ilmu Laduni" artinya ilmu yang berasal dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Para malaikat-Nya pun berkata:

"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami." (Al-Baqarah: 32)

Ilmu laduni dalam pengertian umum ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, ilmu yang didapat tanpa belajar (wahbiy). Kedua, ilmu yang didapat karena belajar (kasbiy).

Bagian pertama (didapat tanpa belajar) terbagi menjadi dua macam:

1. Ilmu Syar'iat, yaitu ilmu tentang perintah dan larangan Allah yang harus disampaikan kepada para Nabi dan Rasul melalui jalan wahyu (wahyu tasyri'), baik yang langsung dari Allah maupun yang menggunakan perantaraan malaikat Jibril. Jadi semua wahyu yang diterima oleh para nabi semenjak Nabi Adam alaihissalam hingga nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam adalah ilmu laduni termasuk yang diterima oleh Nabi Musa dari Nabi Khidlir . Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang Khidhir:

"Yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (Al-Kahfi: 65)

Di dalam hadits Imam Al Bukhari, Nabi Khidlir alaihissalam berkata kepada Nabi Musa alaihissalam:

"Sesungguhnya aku berada di atas sebuah ilmu dari ilmu Allah yang telah Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya. Dan engkau (juga) berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak mengetahuinya juga."

Ilmu syari'at ini sifatnya mutlak kebenarannya, wajib dipelajari dan diamalkan oleh setiap mukallaf (baligh dan mukallaf) sampai datang ajal kematiannya.

2. Ilmu Ma'rifat (hakikat), yaitu ilmu tentang sesuatu yang ghaib melalui jalan kasyf (wahyu ilham/terbukanya tabir ghaib) atau ru'ya (mimpi) yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya yang mukmin dan shalih. Ilmu kasyf inilah yang dimaksud dan dikenal dengan julukan "ilmu laduni" di kalangan ahli tasawwuf. Sifat ilmu ini tidak boleh diyakini atau diamalkan manakala menyalahi ilmu syari'at yang sudah termaktub di dalam mushaf Al-Qur'an maupun kitab-kitab hadits. Menyalahi di sini bisa berbentuk menentang, menambah atau mengurangi.

Bagian Kedua

Adapun bagian kedua yaitu ilmu Allah yang diberikan kepada semua makhluk-Nya melalui jalan kasb (usaha) seperti dari hasil membaca, menulis, mendengar, meneliti, berfikir dan lain sebagainya.

Dari ketiga ilmu ini (syari'at, ma'rifat dan kasb) yang paling utama adalah ilmu yang bersumber dari wahyu yaitu ilmu syari'at, karena ia adalah guru. Ilmu kasyf dan ilmu kasb tidak dianggap apabila menyalahi syari'at. Inilah hakikat pengertian ilmu laduni di dalam Islam.

Khurafat Shufi

Istilah "ilmu laduni" secara khusus tadi telah terkontaminasi (tercemari) oleh virus khurafat shufiyyah. Sekelompok shufi mengatakan bahwa:

1. "Ilmu laduni" atau kasyf adalah ilmu yang khusus diberikan oleh Allah kepada para wali shufi. Kelompok selain mereka, lebih-lebih ahli hadits(sunnah), tidak bisa mendapatkannya.
2. "Ilmu laduni" atau ilmu hakikat lebih utama daripada ilmu wahyu (syari'at). Mereka mendasarkan hal itu kepada kisah Nabi Khidlir alaihissalam dengan anggapan bahwa ilmu Nabi Musa alaihissalam adalah ilmu wahyu sedangkan ilmu Nabi Khidhir alaihissalam adalah ilmu kasyf (hakikat). Sampai-sampai Abu Yazid Al-Busthami (261 H.) mengatakan: "Seorang yang alim itu bukanlah orang yang menghapal dari kitab, maka jika ia lupa apa yang ia hapal ia menjadi bodoh, akan tetapi seorang alim adalah orang yang mengambil ilmunya dari Tuhannya di waktu kapan saja ia suka tanpa hapalan dan tanpa belajar. Inilah ilmu Rabbany."
3. Ilmu syari'at (Al-Qur'an dan As-Sunnah) itu merupakan hijab (penghalang) bagi seorang hamba untuk bisa sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
4. Dengan ilmu laduni saja sudah cukup, tidak perlu lagi kepada ilmu wahyu, sehingga mereka menulis banyak kitab dengan metode kasyf, langsung didikte dan diajari langsung oleh Allah, yang wajib diyakini kebenarannya. Seperti Abd. Karim Al-Jiliy mengarang kitab Al-Insanul Kamil fi Ma'rifatil Awakhir wal Awail. Dan Ibnu Arabi (638 H) menulis kitab Al-Futuhatul Makkiyyah.
5. Untuk menafsiri ayat atau untuk mengatakan derajat hadits tidak perlu melalui metode isnad (riwayat), namun cukup dengan kasyf sehingga terkenal ungkapan di kalangan mereka
"Hatiku memberitahu aku dari Tuhanku." Atau
"Aku diberitahu oleh Tuhanku dari diri-Nya sendiri, langsung tanpa perantara apapun."

Sehingga akibatnya banyak hadits palsu menurut ahli hadits, dishahihkan oleh ahli kasyf (tasawwuf) atau sebaliknya. Dari sini kita bisa mengetahui mengapa ahli hadits (sunnah) tidak pernah bertemu dengan ahli kasyf (tasawwuf).

Bantahan Singkat Terhadap Kesesatan di atas

1. Kasyf atau ilham tidak hanya milik ahli tasawwuf. Setiap orang mukmin yang shalih berpotensi untuk dimulyakan oleh Allah dengan ilham. Abu Bakar radhiallahu anhu diilhami oleh Allah bahwa anak yang sedang dikandung oleh isterinya (sebelum beliau wafat) adalah wanita. Dan ternyata ilham beliau (menurut sebuah riwayat berdasarkan mimpi) menjadi kenyataan. Ibnu Abdus Salam mengatakan bahwa ilham atau ilmu Ilahi itu termasuk sebagian balasan amal shalih yang diberikan Allah di dunia ini. Jadi tidak ada dalil pengkhususan dengan kelompok tertentu, bahkan dalilnya bersifat umum, seperti sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasalam:
"Barangsiapa mengamalkan ilmu yang ia ketahui, maka Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum ia ketahui." (Al-Iraqy berkata: HR. Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah dari Anas radhiallahu anhu, hadits dhaif).

2. Yang benar menurut Ahlusunnah wal Jama'ah adalah Nabi Khidhir alaihissalam memiliki syari'at tersendiri sebagaimana Nabi Musa alaihissalam. Bahkan Ahlussunnah sepakat kalau Nabi Musa alaihissalam lebih utama daripada Nabi Khidhir alaihissalam karena Nabi Musa alaihissalam termasuk Ulul 'Azmi (lima Nabi yang memiliki keteguhan hati dan kesabaran yang tinggi, yaitu Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad).

Adapun pernyataan Abu Yazid, maka itu adalah suatu kesalahan yang nyata karena Nabi shallallahu 'alaihi wasalam hanya mewariskan ilmu syari'at (ilmu wahyu), Al-Qur'an dan As-Sunnah. Nabi mengatakan bahwa para ulama yang memahami Al-Kitab dan As-Sunnah itulah pewarisnya, sedangkan anggapan ada orang selain Nabi shallallahu 'alaihi wasalam yang mengambil ilmu langsung dari Allah kapan saja ia suka, maka ini adalah khurafat sufiyyah.

3. Anggapan bahwa ilmu syari'at itu hijab adalah sebuah kekufuran, sebuah tipu daya syetan untuk merusak Islam. Karena itu, tasawwuf adalah gudangnya kegelapan dan kesesatan. Sungguh sebuah sukses besar bagi iblis dalam memalingkan mereka dari cahaya Islam.

4. Anggapan bahwa dengan "ilmu laduni" sudah cukup adalah kebodohan dan kekufuran. Seluruh ulama Ahlussunnah termasuk Syekh Abdul Qodir Al-Jailani mengatakan: "Setiap hakikat yang tidak disaksikan (disahkan) oleh syari'at adalah zindiq (sesat)."

5. Inilah penyebab lain bagi kesesatan tasawwuf. Banyak sekali kesyirikan dan kebid'ahan dalam tasawwuf yang didasarkan kepada hadits-hadits palsu. Dan ini pula yang menyebabkan orang-orang sufi dengan mudah dapat mendatangkan dalil dalam setiap masalah karena mereka menggunakan metode tafsir bathin dan metode kasyf dalam menilai hadits, dua metode bid'ah yang menyesatkan.

Tiada kebenaran kecuali apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau bersabda:

"Wahai manusia belajarlah, sesungguhnya ilmu itu hanya dengan belajar dan fiqh (faham agama) itu hanya dengan bertafaqquh (belajar ilmu agama/ilmu fiqh). Dan barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka ia akan difaqihkan (difahamkan) dalam agama ini." (HR. Ibnu Abi Ashim, Thabrani, Al-Bazzar dan Abu Nu'aim, hadits hasan). (Abu Hamzah As-Sanuwi).

Maraji':

1. Al-Fathur Rabbaniy, Abdul Qadir Al-Jailani (hal. 159, 143, 232).
2. Al-Fatawa Al-Haditsiyah, Al-Haitamiy (hal. 128, 285, 311).
3. Ihya' Ulumuddin, Al-Ghazali (jilid 3/22-23) dan (jilid 1/71).
4. At-Tasawwuf, Muhammad Fihr Shaqfah (hal. 26, 125, 186, 227).
5. Fathul Bariy, Ibnu Hajar Al-Asqalaniy (I/141, 167).
6. Fiqhut Tasawwuf, Ibnu Taimiah (218).
7. Mawaqif Ahlusunnah, Utsman Ali Hasan (60, 76).
8. Al-Hawi, Suyuthiy (2/197).

Sabtu, 26 September 2009

PRAYER AS MEDICINE

Terapi medis saja tanpa doa dan dzikir, tidaklah lengkap; sebaliknya doa dan dzikir saja tanpa terapi medis tidaklah efektif.
(Snyderman, 1996)
Pendahuluan

Pentingnya agama dalam kesehatan dapat dilihat dari batasan Organisasi Kesehatan se-Dunia (WHO, 1984) yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Bila sebelumnya pada tahun 1947 WHO memberikan batasan sehat hanya dari 3 aspek saja, yaitu sehat dalam arti fisik (organobiologik), sehat dalam arti mental (psikologik/psikiatrik) dan sehat dalam arti social; maka sejak 1984 batasan tersebut sudah ditambah dengan aspek agama (spiritual), yang oleh American Psychiatric Association dikenal dengan rumusan "bio-psycho-socio-spiritual" (APA, 1992).

Bila dikaji secara mendalam, maka sesungguhnya dalam agama (Islam) banyak ayat maupun hadis yang memberikan tuntunan agar manusia sehat seutuhnya, baik dari segi fisik, kejiwaan, sosial maupun kerohanian. Sebagai contoh misalnya :


"Dan bila aku sakit Dia-lah yang menyembuhkan" (Q.S. 26 : 80).
"Katakanlah : Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar (penyembuh) bagi orang-orang yang beriman" (Q.S. 41 : 44).
"Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh" (H.R. Muslim dan Ahmad).
Dalam agama (Islam) bagi mereka yang sakit dianjurkan untuk berobat kepada ahlinya (memperoleh terapi medis) disertai dengan berdoa dan berdzikir. Bagi pemeluk agama (Islam) doa dan dzikir merupakan salah satu bentuk komitmen keagamaan/ keimanan seseorang. Doa adalah permohonan yang dimunajatkan ke hadlirat Allah swt, Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pengampun. Dzikir adalah mengingat Allah swt dengan segala sifat-sifat-Nya. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan "Doa dan Dzikir" adalah suatu amalan dalam bentuk kata-kata yang diucapkan secara lisan ataupun dalam hati yang berisikan permohonan kepada Allah swt dengan selalu mengingat nama-Nya dan sifat-Nya. Pengertian "Dzikir" tidak terbatas pada bacaan dzikirnya itu sendiri (dalam arti sempit), melainkan meliputi segala bacaan, sholat ataupun perilaku kebaikan lainnya sebagaimana yang diperintahkan dalam agama.

Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, doa dan dzikir mengandung unsur psikoterapeutik yang mendalam. Terapi psikoreligius tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan psikoterapi psikiatrik, karena ia mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimisme. Dua hal ini, yaitu rasa percaya diri (self confident) dan optimisme merupakan dua hal yang amat esensial bagi penyembuhan suatu penyakit disamping obat-obatan dan tindakan medis lainnya.

Hasil Penelitian

Dua studi epidemiologik yang dilakukan oleh ilmuwan Lindenthal (1970) dan Star (1971), menunjukkan bahwa mereka (penduduk) yang religius (beribadah, berdoa dan berdzikir) resiko untuk mengalami stres jauh lebih kecil daripada mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Comstock, et. al. (1972) sebagaimana termuat dalam Journal of Chronic Diseases (1972), menyatakan bahwa mereka yang melakukan kegiatan keagamaan secara teratur disertai dengan doa dan dzikir, ternyata resiko kematian akibat penyakit jantung koroner lebih rendah 50%, sementara kematian akibat emphysema (penggelembungan paru) lebih rendah 56%, kematian akibat cirrhosis hepatis (penyakit pengerasan hati) lebih rendah 74% dan kematian akibat bunuh diri lebih rendah 53%.

Clinebell (1980) dalam penelitiannya yang berjudul "The Role of Religion in the Prevention and Treatment of Addiction" menyatakan antara lain bahwa setiap orang apakah ia seorang yang beragama atau sekuler sekalipun mempunyai kebutuhan dasar yang sifatnya kerohanian (basic spiritual needs). Setiap orang membutuhkan rasa aman, tenteram, terlindung, bebas dari stres, cemas, depresi dan sejenisnya. Bagi mereka yang beragama (yang menghayati dan mengamalkan), kebutuhan rohani ini dapat diperoleh lewat penghayatan dan pengamalan keimanannya. Namun, bagi mereka yang sekuler jalan yang ditempuh adalah lewat penyalahgunaan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif lainnya), yang pada gilirannya dapat menimbulkan dampak negatif pada diri, keluarga dan masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Cancerellaro, Larson dan Wilson (1982) terhadap pasien-pasien NAZA (Narkotika, Alkohol & Zat Adiktif) dan gangguan jiwa Skizofrenia, menyatakan bahwa komitmen agamanya tidak ada atau kurang. Dalam penelitian tersebut diperoleh data bahwa terapi medik-psikiatrik yang diberikan tidak memperoleh hasil yang optimal bila tanpa disertai dengan terapi keagamaan (terapi psikoreligius), yaitu dengan doa dan dzikir. Dengan diikutsertakan mereka dalam kegiatan keagamaan seperti berdoa dan berdzikir (selain diberikan terapi medik-psikiatrik), maka hasilnya jauh lebih baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Stack, Stark, Doyle dan Rushing (1983) mengenai hubungan agama dan bunuh diri mendukung hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh ilmuwan Comstock dan Partridge (1972). Penelitian oleh Comstock dan Partridge itu terhadap kasus-kasus bunuh diri menyatakan bahwa mereka yang tidak religius (tidak beribadah, berdoa dan berdzikir) resiko untuk bunuh diri 4 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang religius. Dalam penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Stack, Stark, Doyle dan Rushing dikemukakan bahwa semakin menurun minat terhadap agama (religiusitas) penduduk secara nasional, dapat merupakan petunjuk akan meningkatnya angka bunuh diri secara nasional.

Hasil penelitian di atas didukung oleh peneliti lain yaitu Breault dan Barkley (1983), dalam studinya itu menunjukkan bahwa religiusitas penduduk lebih merupakan indikator dan faktor yang lebih efektif dalam hubungannya dengan angka bunuh diri daripada hubungan bunuh diri dengan faktor pengangguran. Bahkan secara nasional disebutkan bahwa kemitmen agama atau religiusitas penduduk dapat dijadikan barometer angka bunuh diri.

House, Robbins dan Metzner (1984) melakukan suatu studi selama 8-10 tahun terhadap 2.700 orang. Hasil studinya itu menunjukkan bahwa mereka yang rajin menjalankan ibadah, berdoa dan berdzikir, angka kematian (mortality rate) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan mereka yang tidak menjalankan ibadah, berdoa dan berdzikir.

Hal serupa dilakukan oleh terhadap orang-orang lanjut usia (lansia) oleh peneliti Zuckerman, Kals dan Ostfield (1984). Dari hasil penelitiannya itu diperoleh data bahwa para lansia yang religius banyak berdoa dan berdzikir ternyata usianya lebih panjang. Para lansia yang tidak menjalankan ibadah, berdoa dan berdzikir angka kematiannya 2 kali lebih besar dibandingkan dengan dengan mereka (lansia) yang rajin beribadah, bedoa dan berdzikir.

Larson, et. al. (1989) melakukan penelitian terhadap para pasien yang menderita hipertensi (tekanan darah tinggi), dibandingkan dengan kelompok kontrol (bukan pasien hipertensi); diperoleh kenyataan bahwa komitmen agama kelompok kontrol lebih kuat. Selanjutnya dikemukakan bahwa kegiatan keagamaan seperti berdoa dan berdzikir dapat mencegah seseorang menderita penyakit hipertensi. Hal serupa dilakukan oleh dua orang peneliti yaitu Levin dan Vanderpool (1989) terhadap para pasien yang menderita penyakit jantung dan pembuluh darah (cardiovasculer diseases). Dari hasil penelitiannya itu diperoleh kesimpulan bahwa kegiatan keagamaan (peribadatan) yaitu berupa berdoa dan berdzikir akan memperkecil resiko seseorang untuk menderita penyakit jantung dan pembuluh darah.

Sejauh mana agama baik bagi kesehatan, hal ini diungkapkan oleh Moore, et. al. (1990) dalam penelitiannya yang berjudul "Youthful Precursors of Alcohol Abuse in Physicians". Dari hasil penelitiannya itu diperoleh kesimpulan bahwa mahasiswa kedokteran yang tidak mempunyai komitmen agama akan beresiko 4 kali lebih besar terlibat penyalahgunaan dan ketergantungan minuman keras (alcohol abuse and dependence).

Suatu penelitian terhadap pasien-pasien yang akan menjalani operasi dilakukan oleh Larson et. al. (1992) hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pasien-pasien lanjut usia dan religius (banyak berdoa dan berdzikir) kurang mengalami rasa ketakutan atau kecemasan terhadap operasi yang akan dijalaninya. Mereka tidak merasa takut mati serta tidak menunda-nunda jadwal operasi. Temuan ini berbeda dengan pasien-pasien yang muda usia dan tidak religius dalam menghadapi operasi; mereka mengalami ketakutan, kecemasan dan takut mati serta seringkali menunda-nunda jadwal operasi. Penelitian lain yang telah dilakukannya berjudul "Religious Commitment and Health" (APA, 1992) menyimpulkan bahwa komitmen agama amat penting dalam pencegahan agar seseorang tidak jatuh sakit, meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan bila ia sedang sakit, serta mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan.

Oxman, et. al. (1995) dalam penelitiannya terhadap pasien-pasien yang akan menjalani operasi jantung, mengungkapkan pentingnya faktor komitmen keagamaan pasien bagi keberhasilan operasi. Dalam penelitiannya itu dikemukakan bahwa salah satu faktor prediksi yang kuat bagi keberhasilan operasi jantung (artinya pasien tetap hidup) adalah sejauh mana tingkat keimanan pasien. Dari studi ini terbukti bahwa semakin kuat keimanan seseorang semakin kuat proteksinya terhadap kematian akibat operasi yang dijalaninya.

Matthews (1996) dari Universitas Georgetown, Amerika Serikat, menyatakan dalam pertemuan tahunan the American Association for the Advancement of Science (1996) antara lain bahwa mungkin suatu saat kita para dokter selain menuliskan resep obat, juga akan menuliskan doa dan dzikir pada kertas resep sebagai pelengkap. Selanjutnya dikemukakan bahwa dari 212 studi yang telah dilakukan oleh para ahli sebelumnya, ternyata 75% menyatakan bahwa komitmen agama (berdoa dan berdzikir) menunjukkan pengaruh positif pada pasein; hanya 7% yang berkesimpulan bahwa agama tidak baik bagi kesehatan. Selanjutnya dikemukakan manfaat terapi keagamaan ini terutama sangat baik pada penderita NAZA (Narkotika, Alkohol & Zat Adiktif), depresi, kanker, hipertensi (tekanan darah tinggi) dan penyakit jantung.

Levin (1996) dari Eastern Virginia Medical School melakukan studi terhadap 393 pasien jantung di San Fransisco, untuk mengetahui sejauh mana efektivitas doa dan dzikir. Kelompok pasien jantung dibagi dalam 2 kelompok secara acak (random), yaitu kelompok mereka yang memperoleh terapi doa dan dzikir dan kelompok mereka yang tidak. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok mereka yang memperoleh terapi doa dan dzikir, ternyata sedikit sekali mengalami komplikasi sementara kelompok mereka yang tidak memperoleh terapi doa dan dzikir banyak timbul berbagai komplikasi dari penyakit jantungnya itu. Dari hasil temuan tersebut di atas meskipun belum dapat diterangkan dari sudut ilmu pengetahuan kedokteran, disimpulkan bahwa bila Tuhan menyembuhkan hal tersebut semata-mata karena keimanan seseorang terhadap kekuasaan-Nya.

Suatu survey yang dilakukan oleh majalah TIME dan CNN serta USA Weekend (1996), menyatakan bahwa lebih dari 70 pasien percaya bahwa keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, doa dan dzikir dapat membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit. Sementara itu lebih dari 64% pasien menyatakan bahwa para dokter hendaknya juga memberikan terapi keagamaan (terapi psikoreligius) antara lain dalam bentuk berdoa dan berdzikir. Dari penelitian ini terungkap bahwa sebenarnya para pasien membutuhkan terapi keagamaan, selain terapi dengan obat-obatan dan tindakan medis lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Snyderman (1996) terhadap hubungan antara komitmen agama dan ilmu pengetahuan (terapi medis) mendukung temuan-temuan sebelumnya; sehingga kesimpulannya adalah bahwa terapi medis saja tanpa disertai dengan doa dan dzikir, tidaklah lengkap; sebaliknya doa dan dzikir saja tanpa disertai terapi medis, tidaklah efektif.

Sebagaimana halnya dengan Levin (1996) maka Harris (1999) melakukan penelitian terhadap pasien-pasien penderita penyakit jantung. Penelitian dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Mid American Heart Institute terhadap pasien jantung yang dirawat di ruang rawat intensif. Para pasien jantung tersebut dibagai dalam 2 kelompok secara acak (random), terkontrol dan samar ganda. Kelompok pertama sebanyak 466 orang yang mendapatkan doa dan dzikir secara intensif setiap hari selama 28 hari; dan kelompok kedua sebanyak 524 orang lainnya sebagai kelompok kontrol. Sekelompok rohaniawan melakukan doa dan dzikir bersama untuk masing-masing pasien dari kelompok pertama; mereka tidak tahu secara rinci pasien-pasien itu dan hanya mengetahui nama-nama depannya saja. Sementara pasien-pasien itu sendiri dan juga dokter yang merawatnya tidak mengetahui percobaan yang dilakukan oleh para rohaniawan tersebut.

Hasil dari penelitian tersebut ternyata bahwa komplikasi yang membutuhkan pengobatan lebih lanjut atau tindakan bedah 11% lebih rendah pada kelompok pertama dibandingkan dengan kelompok kedua, dan perbedaan ini secara statistik sangat bermakna. Meskipun temuan ini tidak dapat diterangkan secara ilmiah kedokteran, tetapi bisa saja doa dan dzikir itu bagaikan generator yang mampu membangkitkan kekuatan penyembuhan bagi pasien.

Kendler et. al. (1997) dalam penelitiannya yang berjudul "Religion, Psychopathology, Substance Use and Abuse", mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh pendahulunya (Clinebell, 1980). Disebutkan bahwa pada para penyalahguna NAZA telah kehilangan "basic spiritual needs", dan untuk mengisi kebutuhan yang "hilang" itu digantikan dengan mengkonsumsi NAZA.

Christy (1998) dalam penelitiannya yang berjudul "Prayer as Medicine" mendukung kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh pendahulunya (Snyderman, 1996); yang menyatakan bahwa doa dan dzikir juga merupakan "obat" bagi penderita selain obat dalam pengertian medis. Sehingga, kesimpulan yang dikemukakannya adalah bahwa "medicine" yang diberikan kepada penderita mengandung dua arti yaitu "prayer" dan "drugs". Drugs yang dimaksud disini adalah medicine dan bukan NAZA.

Ironson (2000) melakukan penelitian pada penderita HIV/AIDS untuk mengetahui sejauhmana pengaruh terapi keagamaan (terapi psikoreligius) terhadap kekebalan tubuh penderita. Kelompok penderita dibagi 2, yaitu kelompok pertama terdiri dari 71 orang dan kelompok kedua terdiri dari 121 orang. Pada kedua kelompok tersebut mempunyai jumlah T-sel yang sama (yaitu jumlah sel darah putih yang berperan bagi kekebalan tubuh). Kelompok pertama dalam riwayat kehidupannya banyak menjalankan kegiatan keagamaan, sementara pada kelompok kedua tidak. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa usia kelompok pertama lebih panjang dari kelompok kedua. Kesimpulan yang diambil oleh Ironson (2000) adalah bahwa agama mempunyai peran yang penting dalam memperpanjang usia (umur) seseorang yang menderita HIV/AIDS.

Abernethy (2000) dalam penelitiannya yang berjudul "Psychoneuroimmunology, Spirituality and Medicine" menyatakan adanya hubungan yang positif antara kekebalan tubuh dengan spiritualitas (agama). Dengan cabang ilmu psikoneuroimunologi yang ditekuninya itu terbukti bahwa tingkat spiritualitas atau keimanan seseorang dapat meningkatkan kekebalan yang bersangkutan terhadap penyakit dan mempercepat penyembuhan bersamaan dengan terapi medis yang diberikan.

Kesimpulan

Dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut ternyata apa yang dikatakan oleh Snyderman (1996) benar adanya, yaitu bahwa terapi medis saja tanpa disertai dengan doa dan dzikir tidaklah lengkap; sedangkan doa dan dzikir saja tanpa disertai terapi medis tidaklah efektif. Dalam ajaran agama Islam seseorang yang sedang menderita penyakit baik fisik maupun psikik (kejiwaan) diwajibkan untuk berusaha berobat kepada ahlinya (dokter/psikiater) dan disertai dengan doa dan dzikir.

Sebagai ilustrasi adalah sebuah riwayat yang mengisahkan bahwa suatu hari Nabi Muhammad saw kedatangan seorang sahabat. Sahabat tersebut mengadu kepada Nabi bahwa anaknya yang sakit tak kunjung sembuh; padahal ia sudah banyak manjalankan ibadah sholat, berdoa, berdzikir dan berpuasa bagi kesembuhan anaknya itu tetapi tak kunjung baik. Kemudian Nabi bertanya kepada sahabatnya itu apakah anaknya sudah dibawa ke tabib (dokter), yang dijawab oleh sahabat itu belum diperiksakan ke tabib. Kemudian Nabi menasehatkan agar penyakit anaknya itu diobati oleh ahlinya (tabib/dokter) disertai dengan doa dan dzikir. Selanjutnya menurut riwayat, setelah nasehat Nabi itu dijalankan penyakit anak dari sahabatnya itu sembuh. Dari riwayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi secara ilmu pengetahuan (terapi medis) dan terapi keagamaan (doa dan dzikir) hendaknya dilakukan bersama-sama. Dan, hal ini sudah terbukti secara ilmiah sebagaimana telah diuraikan di muka.

Penutup

Bagi mereka yang beragama (Islam) ayat dan hadis berikut ini dapat diamalkan dalam upaya meningkatkan kekebalan baik fisik maupun mental terhadap penyakit. Ayat dan hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut :

"Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila berdoa kepada-Ku" (Q.S. 2 : 186).
"Adalah Rasulullah saw, mengingat (berdzikir) kepada Allah untuk sepanjang waktunya" (H.R. Aisyah r.a.).

Selasa, 25 Agustus 2009


Make Money Blogging with YouSayToo

Minggu, 23 Agustus 2009

Download Naruto 460 Bahasa Indonesia
Download Naruto Manga Chapter 460 Bahasa Indonesia

Seri naruto manga terbaru telah dirilis!. Chapter 460 ini berjudul “Sasuke Surrounded”. Silahkan menuju Gudang Manga untuk Membaca Naruto 460 Bahasa Indonesia Secara Online atau menuju ke Area Download Naruto Manga Terbaru untuk mendownload Naruto Chapter 460 Bahasa Inggris!.

Anda juga bisa mendownload Secara Gratis Naruto Manga Chapter 460 Bahasa Indonesia. Untuk mendownloadnya silahkan menuju ke Area Download Naruto Manga Bahasa Indonesia dan bergabunglah serta diskusikan Naruto 460 di forum kami.

* Silahkan berlangganan RSS news feed kami untuk mengetahui rilis naruto manga bahasa indonesia terbaru!
* Anda bisa bergabung di komunitas Dunia Naruto. Silahkan menuju Facebook atau Friendster Dunia Naruto


* Naruto Chapter Sebelumnya: Naruto Manga Chapter 459

* Naruto Chapter Berikutnya: Naruto Manga Chapter 461
Embedding disabled by request

Sabtu, 22 Agustus 2009

SEBAB-SEBAB HATI TERHIJAB

JASAD batin atau ruh yang selalu kita artikan sebagai hati, mempunyai kemampuan memandang dan mengenal sesuatu, merasakan kesenangan dan kesusahan, mengetahui yang lahir maupun yang batin khususnya mengetahui keberadaan Allah SWT.
Itulah kelebihan manusia daripada makhluk lain yaitu mempunyai hati yang dapat mengenal Allah dengan sebenar-benarnya sehingga menjadi hamba Allah yang benar-benar takut pada Allah. Sebagaimana difirmankan oleh Allah :
Terjemahannya : Apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati-hati mereka.(Al Anfaal : 2)

Hati yang terang-benderang seperti itu dimiliki oleh para ‘ariffin, muqarrobin dan solehin. Hati mereka dapat melihat dan betul-betul mengenal sifat-sifat keagungan Allah. Karena itu mereka benar-benar dapat menghambakan diri kepada Allah SWT. Sebaliknya ada juga manusia yang hatinya gelap (buta) tidak dapat melihat dan mengenal Allah. Hal itu juga difirmankan oleh Allah SWT : Terjemahannya : Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama seperti orang yang buta (mengetahui)? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.(Ar Ra’d : 19)

Firman Allah lagi :Terjemahannya : Mereka itulah orang-orang yang hatinya, pendengarannya dan penglihatannya telah dikunci oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai.(An Nahl : 108)

Dari Umar Al Khattab, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :"Cap penutup hati tergantung di kaki arasy. Bila seseorang melanggar larangan Allah (menghalalkan yang diharamkan oleh Allah) maka Allah akan menutup hati mereka dengan cap penutup hati tersebut."

Bila hati sudah buta, atau sudah dikunci mati oleh Allah SWT, maka hati tidak dapat lagi mengenal Allah. Begitulah hati orang-orang kafir dan munafik yang menyebabkan mereka menolak kebenaran.

Namun bukan hanya hati orang kafir dan munafik saja yang sudah buta, kita sebagai umat Islam pun masih banyak yang hatinya buta. Buktinya adalah kita masih sering membuat dosa (kecil atau besar). Orang yang masih membuat dosa adalah orang yang tidak takut pada Allah. Orang yang tidak takut pada Allah adalah orang yang tidak kenal siapa Allah. Jika tidak kenal Allah menandakan bahwa hati telah buta.

Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Sesungguhnya seorang mukmin apabila ia melakukan dosa maka terjadilah satu bintik hitam di hatinya. Jika dia bertaubat dan berusaha membuangnya (bintik hitam tersebut) maka akan selamatlah hatinya. Kalau dosanya bertambah maka hatinya akan semakin terkunci.

Sabda baginda lagi yang maksudnya :Orang yang membuat satu dosa hilanglah sebagian akalnya untuk tidak kembali lagi selama-lamanya.

Kalau mata kita buta, maka kita tidak dapat melihat, tidak dapat mengenal bahkan tidak dapat berjalan lagi. Begitulah kalau hati kita buta, kita tidak dapat mengenal Allah dan tidak dapat menempuh jalan syariat lagi. Kita tidak takut, tidak redha, tidak tawakal, tidak yakin, tidak berharap kepada Allah, tidak cinta, tidak yakin dengan janji-Nya yaitu Syurga, Neraka, Hari Hisab, siksa kubur, dan lain-lain lagi. Bila perasaan tersebut sudah tidak ada di hati kita maka datanglah penyakit hati.

Firman Allah :Terjemahannya : Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. (Al Baqarah : 10)

Mereka akan tersiksa di dunia dan di Akhirat. Di dunia mereka akan merasa kecewa, putus asa, berkeluh kesah, dan tidak tenang. Di akhirat tentulah lebih tersiksa lagi.

Penyakit hati yang Allah maksudkan itu diantaranya ialah iri dengki, dendam, buruk sangka, serakah, cinta dunia, bakhil, pemarah, penakut, riya', ujub dan sombong.

Langkah pertama yang wajib ditempuh untuk mengobati penyakit hati kita ialah dengan mengobati hati yang buta itu. Bila hati sudah tidak buta maka penyakit-penyakit hati lainnya akan hilang dengan sendirinya.

Kalau mata kita sakit atau buta, maka kita akan pergi ke dokter mata. Mungkin mata kita akan dibersihkan, dibedah dan sebagainya. Begitupun kalau hati kita yang buta, maka kita mesti memberi pengobatan yang sesuai.

Untuk itu mari kita lihat dulu apakah yang menyebabkan hati terhijab? Di antaranya adalah:

a. Memakan makanan haram dan makanan syubhat, baik sadar atau tidak.

Bersabda Rasulullah SAW yang maksudnya:

"Hati itu dibina dengan apa yang dimakan."

Hati kita adalah segumpal darah yang mengandung sel-sel darah merah dan zat-zat besi. Sel dan zat-zat itu berasal dari makanan yang kita makan. Kalau makanan kita bersih (halal mengikut syariat Islam) maka sel dan zat itu juga bersih sehingga hati kita juga akan bersih. Sebaliknya kalau makanan yang kita makan itu kotor (haram dan syubhat) baik benda itu haram atau uang yang digunakan untuk membelinya haram, maka sel dan zat-zat besi, atau zat-zat yang membina hati kita itu kotor, busuk dan gelap.

Hati seperti wadah yang terbuka. Hati yang kotor tidak akan menerima taufik dari Allah sebab Allah tidak akan memberi taufik dan hidayah kepada hati yang kotor. Sama halnya kita tidak akan memasukkan makanan ke dalam piring yang kotor. Apalagi taufik dan hidayah dari Allah itu sangat tinggi harganya.

Bila hati tidak bisa melihat kebenaran maka tidak akan terasa kebesaran, kehebatan, kasih sayang dan didikan dari Allah, tidak terasa anugerah, penjagaan, pengawasan dan pembelaan Allah. Kalau hati tidak mendapat hidayah dan taufik lagi maka kita akan menjadi orang yang sesat dan selalu terlibat melakukan maksiat dan mungkar.

Bersabda Rasulullah SAW :

Terjemahannya : Dalam diri anak Adam itu ada segumpal daging. Bila baik daging itu baiklah seluruh anggota dan seluruh jasad. Bila jahat dan busuk daging itu jahatlah seluruh jasad. Ketahuilah, itulah hati.(Riwayat Al Bukhari & Muslim)

Firman Allah : Terjemahannya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman dengan-Nya. (Al Maidah : 88)

Perintah memakan makanan yang halal adalah wajib. Kalau kita makan makanan yang haram dalam keadaan sadar bahwa benda yang kita makan itu haram maka kita akan berdosa dan hati kita akan gelap. Tetapi kalau makanan yang haram dan syubhat itu kita makan, tanpa diketahui bahwa benda itu haram dan syubhat maka kita tidak berdosa tetapi hati kita yang dibina dari makanan itu tetap akan gelap.

Atas dasar itulah Sayidina Abu Bakar As Siddiq mengorek kembali makanan yang telah ditelannya hingga muntah-muntah, setelah dia mengetahui bahwa makanan itu sumbernya adalah syubhat. Amirul Mukminin itu merasa cukup takut bila makanan itu akan membutakan hatinya. Setelah mengorek makanan itu, dengan rasa bimbang bila saja ada sisa-sisa makanan tersebut yang masih ada dalam perutnya, maka beliau pun berdoa, "Ya Allah, jangan Engkau bertindak kepadaku akan apa yang telah jadi darah dagingku"

Begitulah Sayidina Abu Bakar menjaga hatinya. Sebab itu hatinya menjadi terang-benderang. Jadi, tidak mengherankan kalau keyakinan beliau cukup kuat dengan Allah.

Rasulullah SAW pun memuji beliau dengan sabda baginda : Terjemahannya : Kalau dibandingkan iman Abu Bakar dengan iman seluruh manusia kecuali Nabi dan Rasul niscaya imannya masih lebih baik.

Hal yang serupa terjadi pada Imam Nawawi. Semasa hidupnya ia tidak makan buah-buahan di Damsyik karena merasa buah-buahan itu syubhat. Beliau sangat menjaga hatinya.

Hati yang terang-benderang akan mempunyai basirah (pandangan batin) yang tajam yang dapat menembus alam gaib dan alam kerohanian. Bila alam gaib yang hebat itu bisa terlihat oleh kita maka alam yang lahir itu sudah tidak berarti apa-apa.

Perbandingannya seperti ini : Misalnya suatu hari kita diundang menjadi tetamu raja. Maka masuklah kita ke istana. Di sana kita akan diberi dengan pelayanan yang istimewa, dengan pakaian dan makanan, peralatan dan perhiasan yang tidak pernah kita jumpai. Kita merasa sangat gembira dan kita merasa tidak mau kembali lagi ke rumah kita, sebab rumah kita sudah tidak berharga apa-apa lagi dibandingkan dengan kehidupan yang indah di istana.

Begitulah keadaan mereka yang bisa melihat kehebatan alam gaib. Alam yang lahir menjadi tidak berharga lagi. Karena itulah Sayidina Abu Bakar r.a bisa mengorbankan semua harta bendanya kepada jihad fisabilillah hingga tidak ada apa-apa lagi yang ditinggalkan untuk anak isterinya. Beliau mau menebus kehidupan di alam gaib yang maha hebat dengan menggadaikan seluruh harta benda dunia yang murah itu. Begitu juga sahabat-sahabat yang lain dan mujahid-mujahid Islam, mereka telah mengorbankan dunia yang sedikit itu untuk membeli kehidupan akhirat yang agung di alam baqa’ nanti.

Firman Allah : Terjemahannya : Sesungguhnya Allah SWT telah membeli dari orang mukmin, diri dan harta mereka dengan (harga) Syurga untuk mereka. (At Taubah : 111)

Mari kita mengobati hati kita dengan menghindar dari makanan yang haram. Langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengelak dari makanan yang haram diantaranya ialah :

1. Jangan memakan makanan yang zatnya jelas haram seperti arak atau makanan yang dicampur arak atau daging yang tidak disembelih.

2. Jangan memakan makanan yang bernajis baik sifatnya najis (karena dibuat dari bahan yang tidak halal) atau karena cara mencucinya tidak betul atau tidak menurut syariat, sehingga tetap najis (tetap tidak halal).

3. Jangan memakan daging yang disembelih secara tidak halal dan membersihkannya tidak menurut syariat.

4. Jangan memakan makanan yang dibeli dengan uang yang haram (sekalipun makanan itu halal). Uang yang haram contohnya uang suap, uang riba, uang curian dan tipuan.

5. Jangan kita memakan makanan dari usaha yang haram seperti riba, pelacuran, judi, dan lain-lain.

Makanan syubhat ialah makanan yang kita ragukan halal atau haram dan uang syubhat ialah uang yang sumbernya kita ragukan halal atau haram. Makanan dan uang yang syubhat itu wajib dielakkan supaya kita berpeluang memperoleh kejernihan batin untuk mengenal Allah dengan pengenalan yang sebenarnya.

Sekarang ini banyak makanan di restoran yang menyalahgunakan perkataan 'HALAL' dan 'ISLAM' sebagai tanda perniagaan mereka. Kita harus berhati-hati juga sebab musuh Islam telah menyalahgunakan kata-kata 'HALAL' dan 'ISLAM' itu untuk keuntungan perut dan kantong mereka saja. Mereka sama sekali tidak takut pada Allah dan tidak ingin untuk mencari keredhaan-Nya.

Makan makanan yang halal tetapi berlebihan juga menjadi satu faktor penentu kepada corak hati kita.

Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Wadah yang paling dibenci oleh Allah adalah perut yang penuh dengan makanan yang halal.

Allah benci kepada perut yang penuh dengan makanan sebab perut yang penuh itu akan melemahkan kegiatan hati sehingga tidak kuat untuk memandang pada alam gaib.

Bila hati lemah maka manusia menjadi lalai dan malas. Malas beribadah dan mudah terjebak dalam maksiat. Atas dasar itulah para salafussoleh mengurangi porsi makan mereka.

Rasulullah SAW selalu melatih perutnya untuk berada dalam keadaan lapar. Beliau pernah meletakkan batu di perut dan kemudian mengikat perutnya dengan kain agar tidak terasa kekosongan perut yang memang kosong. Beliau jarang berada dalam keadaan kenyang. Jika satu hari kenyang, maka tiga hari lapar. Beliau selalu berpuasa satu hari, kemudian satu hari lagi berbuka.

Begitu pula cara hidup yang ditempuh oleh Nabi Sulaiman a.s yang dikenal sebagai orang kaya-raya. Beliau selalu berpuasa dan hanya memakan roti kering dan air putih. Nabi Yusuf a.s pun ketika menjadi menteri di Mesir melakukan sehari berpuasa dan sehari berbuka. Bila ditanya mengapa Beliau berbuat begitu, jawabnya, "Di hari aku lapar, aku dapat merasa bahwa aku adalah hamba yang memerlukan pertolongan Allah. Di hari aku kenyang maka aku dapat bersyukur pada Allah SWT yang memberikan rezeki."

Begitulah cara hidup Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul, orang-orang muqarrobin dan orang-orang soleh. Mereka berjuang melawan nafsu untuk membersihkan hati supaya merasa diri sebagai hamba Allah yang lemah dan hina dina. Cara hidup mereka itulah yang wajib kita contoh. Kita mesti senantiasa berperang dengan nafsu yang selalu mengajak kita lalai dari Allah.

Mari kita obati hati kita dengan cara mengurangi makan. Langkah-langkah praktis yang mesti diambil untuk mengurangi makan di antaranya ialah :

1. Hidangan makanan kita janganlah lebih dari dua jenis lauk. Itulah amalan Sayidina Umar. Beliau tidak makan dengan lebih dari dua jenis lauk. Sebab bila jenis lauk sudah bermacam-macam nafsu kita bertambah besar untuk merasakan semua jenis lauk.

2. Makanan itu sebaiknya sederhana, jangan terlalu enak. Sebab kalau terlalu enak, kita tidak mampu mengawal nafsu untuk makan berlebihan.

3. Jangan menyimpan berbagai kelebihan makanan dalam rumah, sebab bila makanan tersedia maka kita senantiasa berfikir untuk makan. Sebaliknya kalau tidak ada simpanan makanan, nafsu tidak akan mengajak kita berfikir untuk makan.

4. Cuba memperbanyak puasa sunat seperti di hari Senin dan Kamis atau paling kurang tiga hari dalam sebulan.

Harus kita fahami bahwa langkah-langkah di atas adalah untuk membersihkan hati dan membuat hati kita merasa menjadi hamba Allah yang lemah dalam segala masalah kita.

b. Pandangan dan Pendengaran yang Haram

Kita telah sepakat bahwa : "Dari mata turun ke hati." Artinya hasil dari pandangan (termasuk pendengaran) bukan sekedar terasa di mata dan telinga tetapi akan bersambung dan berkesan di hati. Kalau apa yang kita pandang dan dengar itu baik, maka hati kita akan menerima kebaikannya. Sebaliknya kalau yang kita pandang dan dengar itu maksiat dan mungkar (haram), maka hati kita akan berisi kejahatan dan kemungkaran itu.

Hati yang senantiasa menerima pandangan dan pendengaran yang mungkar akan menjadi hati yang gelap dan pekat, buta dari melihat keagungan Allah. Hati itu tidak lagi merasa takut pada Allah, bahkan cinta dan rindu pada Allah SWT akan hilang.

Saya rasa kita semua tentunya memiliki pengalaman pribadi terhadap hal itu. Kalau setiap hari hati kita terisi dengan zikrullah, bacaan Al Quran, puasa, shalat sunat, membaca kitab dan mendengar pengajian agama, hati kita akan lembut, terasa indah dalam beribadah kepada Allah, rindu kepada kebaikan, benci dan takut kepada dosa.

Tetapi kalau setiap hari hati kita isi dengan program TV, berkata-kata kosong, mengumpat dan mencaci, membaca majalah hiburan yang penuh maksiat, mendengar lagu-lagu pop, maka kita akan menjadi malas beribadah, memandang kecil tentang cara hidup sunnah, tidak ada rasa takut dengan Allah, tidak membesarkan Allah apalagi untuk rindu pada-Nya, tidak suka pada pemuka agama dan lupa pada Akhirat. Hati kita menjadi cinta kepada dunia dengan segala hiburannya. Hati selalu ingin lepas, bebas tanpa disekat oleh hukum Islam, malas berjuang dan berangan-angan, serta ingin hidup lebih lama lagi.

Itulah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa tindakan lahir, pendengaran dan penglihatan yang haram akan membuat hati kita buta kepada kebenaran.

Allah berfirman : Terjemahannya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercantum (benih) yang akan Kami mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu Kami menjadikan dia mendengar dan melihat. (Al Insaan : 2)

Tujuan Allah memberi kita mata dan telinga adalah untuk mencari dan mengenal pencipta kita yaitu Allah SWT. Selain itu supaya kita sadar untuk berbakti dan menurut perintah-Nya. Firman-Nya : Terjemahannya : Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembah Aku. (Adz Dzaariyat : 56)

Kita mesti merasa bahwa diri kita adalah sebagai hamba dalam melaksanakan perintah suruhan dan larangan dari Allah. Yang penting adalah rasa kehambaan. Ibadah yang sebenarnya adalah yang berasal dari rasa kehambaan. Kalau waktu beribadah itu kita tidak merasa hina dan tidak merasa hamba, tetapi merasa besar diri, sombong, marah, dengki, maka amalan lahir itu bukan lagi dinilai ibadah. Sama halnya dengan seorang kuli yang menghadap tuannya dengan rasa besar diri, dengan bertolak pinggang. Bukankah lebih baik bila ia tidak menghadap, sebab tentu akan menimbulkan kemarahan tuannya.

Hidup bukan untuk dunia tetapi hidup untuk Allah dan untuk mencari bekal kembali ke Akhirat. Untuk tujuan itulah kita dikaruniakan Allah pendengaran dan penglihatan. Gunakanlah keduanya sebaik mungkin sebagai alat untuk sampai kepada tujuan yang diredhai-Nya.

Mari kita obati hati kita dengan menjaga pandangan dan pendengaran hanya kepada yang dapat mengingatkan kita kepada Allah, merasa takut pada-Nya dan untuk berbakti pada-Nya.

Langkah-langkah yang sebaiknya diambil di antaranya ialah :

1. Banyakkan membaca Al Quran dan terjemahannya, hadist dan kitab-kitab serta buku-buku agama termasuk majalah dan risalah yang berunsur dakwah. Dalam waktu yang sama, elakkan dari membaca buku-buku khayalan, majalah hiburan dan berita-berita yang jauh dari kebenaran.

2. Selalu mengunjungi mesjid, tempat pengajian agama, majelis dakwah, tahlil dan zikrullah serta mengelak dari tempat-tempat maksiat, acara-acara yang liar (pergaulan bebas) dan keluar rumah tanpa tujuan, sebab di luar banyak pandangan dan pendengaran yang membawa kepada maksiat. Juga kita mengelak dari bergaul dengan kawan yang mengajak kita kepada maksiat.

3. Mendatangi orang-orang soleh, sebab dengan melihat mereka, dapat memberi kekuatan.

4. Ingat mati, karena selalu mengingat mati akan melembutkan hati.

5. Elakkan dari menonton program TV yang tidak berfaedah. Sekali kita biarkan mata dan telinga kita memandang dan mendengar perkara yang dibenci oleh Allah, maka selama itu kita biarkan nafsu menjadi raja di hati kita sehingga kita lalai dan tidak takut kepada penglihatan dan pengawasan Allah. Lebih baik kita tidur daripada menonton TV sampai larut malam. Hasilnya kita bisa bangun dengan segar untuk menyembah Allah dan mendekatkan hati pada-Nya. Kalau hati kita merasa sama saja antara melihat maksiat atau tidak, itu tandanya hati kita sudah rusak dan jauh dari Allah.

Itulah di antaranya langkah-langkah yang perlu diambil untuk menjernihkan batin kita. Perlu diingat bahwa langkah-langkah itu mesti diperjuangkan sungguh-sungguh dan terus menerus.

Kita jangan cepat jemu atau mudah terpengaruh dengan bujukan nafsu liar kita. Dan janganlah kita mengharap untuk memperoleh hasilnya dalam jangka waktu yang singkat. Sebab menurut pengalaman orang-orang yang telah menempuh jalan itu, waktu paling singkat untuk memperoleh hati yang bersih (taraf kerohanian yang tinggi) melalui mujahadah melawan hawa nafsu (mujahadatunnafsi) adalah 20 sampai 30 tahun lebih.

Waktu yang akan kita tempuh, sesuai dengan waktu yang kita gunakan untuk maksiat. Sejak dalam perut ibu, kita sudah menerima makanan yang tidak jelas halalnya. Setelah lahir pun kita berada di tengah-tengah maksiat dan macam-macam kemungkaran. Hati kita sudah gelap pekat dengan karat-karat dosa yang kita lakukan secara sadar atau tidak. Jadi memang sudah selayaknya kalau kita korbankan 20-30 tahun umur kita yang akan datang untuk membersihkan hati nurani kita. Mudah-mudahan di akhir umur kita, dapat kita rasakan kebersihan hati dan keselamatan dari mazmumah. Mudah-mudahan kita dapat menghadap Allah membawa hati yang selamat.

Firman Allah :

Terjemahannya : Di hari itu (hari kita meninggal dunia) tidak berguna lagi harta dan anak kecuali mereka yang menghadap Allah membawa hati yang selamat. (Asy Syuara’: 88-89)

Apabila ruh kita sudah bersih dan sudah kembali pada fitrahnya semula (sewaktu di alam ruh), maka kita akan merasakan bermacam-macam pengalaman batin yang luar biasa. Tapi hal itu juga tergantung kepada taraf kebersihan ruh yang dapat kita capai. Ada dua peringkat ruh yang bersih yaitu :

1. Ruh yang terlalu bersih (orang yang Mukasyafah)

Biasanya dicapai oleh muqarrobin. Ruh itu dapat menembus hijab antara alam dunia dan malakut dan dapat melihat segala rahasia-rahasia batin manusia.

Hal-hal yang biasanya oleh orang biasa dilihat di alam mimpi maka mereka dapat melihatnya di waktu sadar. Contohnya : kalau ada seseorang yang sifat batinnya seperti anjing maka orang itu akan terlihat oleh mereka seperti anjing. Kalau orang biasa mendapat ilmu dengan belajar maka mereka memperoleh ilmu melalui ilham.

2. Ruh yang bersih

Tingkatan itu dapat dicapai oleh orang-orang soleh. Ruh mereka dapat mengesan rahasia-rahasia batin hanya melalui mimpi-mimpi yang benar dan rasa hati yang benar dan tepat dengan kehendak Allah. Mereka tidak dapat melihatnya secara nyata, sebab hijab pada diri mereka tidak terangkat semua. Allah menceritakan hal itu dalam hadist Qudsi, firman-Nya yang bermaksud : Barang siapa yang memusuhi wali-Ku (orang yang setia pada-Ku) maka Aku mengisytiharkan perang terhadapnya. Dan tiada amal seorang hamba-Ku yang bertakwa (yang beramal) pada-Ku yang lebih Kucintai daripada dia menunaikan semua yang Kufardhukan ke atasnya. Dan hambaKu yang senantiasa bertaqarrub kepadaKu dengan nawafil (ibadah sukarela) sehingga Aku mencintainya, maka jadilah Aku seolah-olah sebagai pendengarannya yang ia mendengar dengannya dan sebagai penglihatannya yang ia melihat dengannya dan sebagai tangannya yang ia bertindak dengannya dan sebagai kakinya yang ia berjalan dengannya. Dan andaikata ia memohon pasti akan Kuberi padanya. Dan andaikata ia berlindung kepada-Ku pasti akan Kulindungi.

Rasulullah SAW bersabda : Terjemahannya : Takutilah olehmu firasat (pandangan tembus) orang-orang Mukmin karena ia memandang dengan cahaya Allah. (Riwayat At Tarmizi)
DAMPAK MEDIS SHALAT TAHAJJUD
Sholat Tahajjud ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji di sisi Allah (Qs Al-Isra:79) tapi juga sangat penting bagi dunia kedokteran. Menurut hasil penelitian Mohammad Sholeh, dosen IAIN Surabaya, salah satu shalat sunah itu bisa membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakit kanker. Tidak percaya?
Cobalah Anda rajin-rajin sholat tahajjud. "Jika anda melakukannya secara rutin, benar, khusuk, dan ikhlas, niscaya Anda terbebas dari infeksi dan kanker". Ucap Sholeh. Ayah dua anak itu bukan 'tukang obat' jalanan. Dia melontarkan pernyataanya itu dalam desertasinya yang berjudul 'Pengaruh Sholat tahajjud terhadap peningkatan Perubahan Response ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi" Dengan desertasi itu, Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca Sarjana Universitas Surabaya, yang dipertahankannya Selasa pekan lalu.

Selama ini, menurut Sholeh, tahajjud dinilai hanya merupakan ibadah salat tambahan atau sholat sunah. Padahal jika dilakukan secara kontinu, tepat gerakannya, khusuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan respons ketahannan tubuh (imonologi) khususnya pada imonoglobin M, G, A dan limfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi (coping).

Sholat tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan status sholat yang muakkadah (Sunah mendekati wajib). Ia menitikberatkan pada sisi rutinitas sholat, ketepatan gerakan, kekhusukan, dan keikhlasan. Selama ini, kata dia, ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan tekhnologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri,dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol. Parameternya, lanjut Sholeh, bisa diukur dengan kondisi tubuh.

Pada kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya antara 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24:00 normalnya antara 69-345 nmol/liter. "Kalau jumlah hormon kortisolnya normal, bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan. Begitu sebaliknya. Ujarnya seraya menegaskan temuannya ini yang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam) semata-mata dogma atau doktrin.

Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41 responden sisa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya.Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan sholat tahjjud selama dua bulan. Sholat dimulai pukul 02-00-3:30 sebanyak 11* rakaat, masing masing dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (paramita, Prodia dan Klinika).

Hasilnya,ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan tahajjud. Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yang dihadapi dengan stabil. "Jadi sholat tahajjud selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif dan coping yang efectif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress,"Nah, menurut Sholeh, orang stress itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infeksi. Dengan sholat tahajjud yang dilakukan secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker. Dan, berdasarkan hitungan tekhnik medis menunjukan, sholat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik. Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat,anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya.

Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita? Seorang Doktor di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang di temuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran. Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu ia telah membuka sebuah klinik yang bernama "Pengobatan Melalui Al Qur'an" Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya.

Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara yang lebih normal. Setelah membuat kajian yang memakan waktu akhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang 5 waktu yang diwajibkan oleh Islam.

Begitulah keagungan ciptaan Allah. Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam "sepenuhnya" karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.

Kesimpulannya: Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang apalagi bukan yang beragama Islam walaupun akal mereka berfungsi secara normal tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam membuat keputusan secara normal. Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun akal mereka mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai dengan kehendak mereka karena otak tidak bisa untuk mempertimbangkan secara lebih normal.
USAHA SYAITON
Syaiton Membuat 3 Buah Simpul Di Kepala

Dari Abu Hurairah ra, bahawa Rasulullah saw bersabda: "Waktu seseorang sedang tidur, syaitan membuat tiga buah simpul di kepalanya.
Untuk setiap simpul ia mengatakan, 'Tidurlah engkau sepanjang malam.' Ketika dia terbangun, lalu dia menyebut nama Allah, maka lepaslah satu simpul. Jika dia berwuduk, lepas pulalah satu simpul. Dan jika dia solat, terbukalah seluruh simpul. Maka waktu bangun pagi ia akan merasa penuh semangat dengan badan yang segar bugar. Jika tidak, dia akan bangun pagi dengan perasaan serba tidak enak dan malas." [Bukhari]
Dalam sebuah kitab karangan Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa iblis itu sesungguhnya namanya disebut sebagai al-Abid (ahli ibadah) pada langit yang pertama,
pada langit yang keduanya disebut az-Zahid. Pada langit ketiga, namanya disebut al-Arif. Pada langit keempat, namanya adalah al-Wali. Pada langit kelima, namanya disebut at-Taqi. Pada langit keenam namanya disebut al-Kazin. Pada langit ketujuh namanya disebut Azazil manakala dalam Luh Mahfudz, namanya ialah iblis.
Dia (iblis) lupa akibat urusannya. Maka Allah S.W.T telah memerintahkannya sujud kepada Adam. Lalu iblis berkata, "Adakah Engkau mengutamakannya daripada aku, sedangkan aku lebih baik daripadanya. Engkau jadikan aku daripada api dan Engkau jadikan Adam daripada tanah."

Lalu Allah S.W.T berfirman yang maksudnya, "Aku membuat apa yang aku kehendaki." Oleh kerana iblis memandang dirinya penuh keagungan, maka dia enggan sujud kepada Adam A.S kerana bangga dan sombong.
Dia berdiri tegak sampai saatnya malaikat bersujud dalam waktu yang berlalu. Ketika para malaikat mengangkat kepala mereka, mereka mendapati iblis tidak sujud sedang mereka telah selesai sujud. Maka para malaikat bersujud lagi bagi kali kedua kerana bersyukur, tetapi iblis tetap angkuh dan enggan sujud. Dia berdiri tegak dan memaling dari para malaikat yang sedang bersujud. Dia tidak ingin mengikut mereka dan tidak pula dia merasa menyesal atas keengganannya.

Kemudian Allah S.W.T merubahkan mukanya pada asalnya yang sangat indah cemerlangan kepada bentuk seperti babi hutan. Allah S.W.T membentukkan kepalanya seperti kepala unta, dadanya seperti daging yang menonjol di atas punggung, wajah yang ada di antara dada dan kepala itu seperti wajah kera, kedua matanya terbelah pada sepanjang permukaan wajahnya. Lubang hidungnya terbuka seperti cerek tukang bekam, kedua bibirnya seperti bibir lembu, taringnya keluar seperti taring babi hutan dan janggut terdapat sebanyak tujuh helai.

Setelah itu, lalu Allah mengusirnya dari syurga, bahkan dari langit, dari bumi dan ke beberapa jazirah. Dia tidak akan masuk ke bumi melainkan dengan cara sembunyi. Allah S.W.T melaknatinya sehingga ke hari kiamat kerana dia menjadi kafir. Walaupun iblis itu pada sebelumnya sangat indah cemerlang rupanya, mempunyai sayap emapt, banyak ilmu, banyak ibadah serta menjadi kebanggan para malaikat dan pemukanya, dan dia juga pemimpin para malaikat karubiyin dan banyak lagi, tetapi semua itu tidak menjadi jaminan sama sekali baginya.

Ketika Allah S.W.T membalas tipu daya iblis, maka menangislah Jibril A.S dan Mikail. Lalu Allah S.W.T berfirman yang bermaksud, "Apakah yang membuat kamu menangis?" Lalu mereka menjawab, "Ya Allah! Kami tidaklah aman dari tipu dayamu."
Firman Allah bagi bermaksud, "Begitulah aku. Jadilah engkau berdua tidak aman dari tipu dayaku."
Setelah diusir, maka iblis pun berkata, "Ya Tuhanku, Engkau telah mengusir aku dari Syurga disebabkan Adam, dan aku tidak menguasainya melainkan dengan penguasaan-Mu."

Lalu Allah berfirman yang bermaksud, "Engkau dikuasakan atas dia, yakni atas anak cucunya, sebab para nabi adalah maksum."
Berkata lagi iblis, "Tambahkanlah lagi untukku." Allah berfirman yang maksudnya, "Tidak akan dilahirkan seorang anak baginya kecuali tentu dilahirkan untukmu dua padanya."
Berkata iblis lagi, "Tambahkanlah lagi untukku." Lalu Allah berfirman dengan maksud, "Dada-dada mereka adalah rumahmu, engkau berjalan di sana sejalan dengan peredaran darah."
Berkata iblis lagi, "Tambahkanlah lagi untukku." Maka Allah berfirman lagi yang bermaksud, "Dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukan yang berjalan kaki, ertinya mintalah tolong menghadapi mereka dengan pembantu-pembantumu, baik yang naik kuda mahupun yang berjalan kaki. Dan berserikatlah dengan mereka pada harta, iaitu mendorong mereka mengusahakannya dan mengarahkannya ke dalam haram."

"Dan pada anak-anak, iaitu dengan menganjurkan mereka dalam membuat perantara mendapat anak dengan cara yang dilarang, seperti melakukan senggama dalam masa haid, berbuat perkara-perkara syirik mengenai anak-anak itu dengan memberi nama mereka Abdul Uzza, menyesatkan mereka dengan cara mendorong ke arah agama yang batil, mata pencarian yang tercela dan perbuatan-perbuatan yang jahat dan berjanjilah mereka." (Hal ini ada disebutkan dalamsurah al-Isra ayat 64 yang bermaksud : "Gerakkanlah orang yang engkau kuasai di antara mereka dengan suara engkau dan kerahkanlah kepada mereka tentera engkau yang berkuda dan yang berjalan kaki dan serikanlah mereka pada harta dan anak-anak dan berjanjilah kepada mereka. Tak ada yang dijanjikan iblis kepada mereka melainkan (semata-mata) tipuan."